Rupiah (Rp) adalah mata uang Indonesia (kodenya adalah IDR).
Nama
ini diambil dari mata uang India rupee. Sebelumnya di daerah yang
disebut Indonesia sekarang menggunakan gulden Belanda dari tahun 1610
sampai tahun 1817, ketika gulden Hindia-Belanda diperkenalkan.
Nama
rupiah pertama kali digunakan secara resmi dengan dikeluarkannya mata
uang rupiah jaman pendudukan Dai Nippon pada Perang Dunia II. Setelah
perang selesai, Bank Jawa, pelopor Bank Indonesia, mengeluarkan Rupiah.
Sedangkan Tentara Sekutu mengeluarkan Gulden Nica.
Sementara
itu di daerah-daerah lain di di daerah yang sekarang disebut Indonesia,
banyak beredar uang yang bertalian dengan aktivitas gerilya.
Pada
tanggal 2 November, 1949 rupiah ditetapkan sebagai mata uang nasional.
Di daerah kepulauan Riau dan Papua, kala itu masih digunakan mata uang
lain. Baru pada tahun 1964 dan 1971 rupiah digunakan di sana.
Di daerah Timor Timur, rupiah digunakan dari tahun 1976 – 2001. Semenjak tahun 2001 sampai sekarang digunakan dolar AS.
Sejarah Rupiah (Rp)
Uang
yang kita kenal sekarang ini mengalami proses perkembangan yang
panjang. Pada mulanya, masyarakat belum mengenal pertukaran karena
setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannnya dengan usaha sendiri.
Manusia berburu jika ia lapar, membuat pakaian sendiri dari bahan-bahan
yang sederhana, mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri; singkatnya,
apa yang diperolehnya itulah yang dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhannya.
Perkembangan
selanjutnya mengahadapkan manusia kepada kenyataan bahwa apa yang
diproduksi sendiri ternyata tidak cukup untuk memenuhui seluruh
kebutuhannya. Untuk memperoleh barang-barang yang tidak dapat dihasilkan
sendiri mereka mencari orang yang mau menukarkan barang yang
dimilikinya dengan barang lain yang dibutuhkannya. Akibatnya timbul
“barter”, yaitu barang yang ditukar dengan barang.Namun pada akhirnya,
banyak kesulitan-kesulitan yang dirasakan dengan sistem ini, di
antaranya adalah kesulitan untuk menemukan orang yang mempunyai barang
yang diinginkan dan juga mau menukarkan barang yang dimilikinya; dan
kesulitan untuk memperoleh barang yang dapat dipertukarkan satu sama
lainnya dengan nilai pertukaran yang seimbang atau hampir sama nilainya.
Untuk mengatasinya, mulailah timbul pikiran-pikiran untuk menggunakan
benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat tukar.
Kesulitan
dalam sistem barter mendorong manusia untuk menciptakan kemudahan dalam
hal pertukaran, dengan menetapkan benda-benda tertentu sebagai alat
tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran adalah
benda-benda yang diterima oleh umum (generaly accpeted). Benda-benda
yang dipilih bernilai tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis
dan mistik), atau benda-benda yang merupakan kebutuhan primer
sehari-hari. Misalnya, garam oleh orang Romawi digunakan sebagai alat
tukar, maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh orang Romawi
tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah
sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti
garam.
Meskipun
alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada.
Kesulitan-kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan
alat tukar belum mempunyai pecahan, sehingga sulit menentukan nilai
uang; penyimpanan (storage) dan pengangkutan (transportation) menjadi
sulit dilakukan; serta timbulnya kesulitan akibat kurangnya daya tahan
benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau tidak tahan lama.
Kemudian
muncul apa yang dinamakan dengan uang logam. Logam dipilih sebagai alat
tukar karena memiliki nilai yang tinggi sehingga digemari umum, tahan
lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa mengurangi nilai, dan
mudah dipindah-pindahkan
Logam
yang dijadikan alat tukar karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah
emas dan perak. Uang logam emas dan perak juga disebut sebagai uang
penuh (full bodied money), artinya nilai intrinsik (nilai bahan uang)
sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata uang
tersebut). Pada saat itu, setiap orang menempa uang, melebur, menjual,
dan memakainya dan setiap orang mempunyai hak tidak terbatas dalam
menyimpan uang logam.
Sejalan
dengan perkembangan perekonomian, timbul kesulitan ketika perkembangan
tukar-menukar yang harus dilayani dengan uang logam bertambah, sedangkan
jumlah logam mulia (emas dan perak) terbatas. Penggunaan uang logam
juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar (sulit dalam
pengangkutan dan penyimpanan). Sehingga lahirlah uang kertas
Mula-mula
uang kertas yang beredar merupakan bukti-bukti pemilikan emas dan perak
sebagai alat/perantara untuk melakukan transaksi. Dengan kata lain,
uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100%
dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan
sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya.
Selanjutnya,
masyarakat tidak lagi menggunakan emas (secara langsung) sebagai alat
pertukaran. Sebagai gantinya, mereka menjadikan ‘kertas-bukti’ tersebut
sebagai alat tukar.
0 comments:
Post a Comment